Rabu, 03 Februari 2010

rumput hijau [cerita pendek]


Uh..tak terasa aku mulai merasakan hangatnya suasana rumahku dan sekitar halaman rumahku. Oh ya entah mengapa aku sekarang bisa menikmati suasana sekolah ini. Aku sendiri tak tahu sekolah apa ini, entah SD, SMP, SMA atau perguruan tinggi. Perkenalkan aku adalah rumput yang ada di pinggir lapangan, aku tak tahu kapan aku lahir dan siapa bapak dan ibuku. Yang aku tahu, aku sekarang berdiri bersama teman-temanku yang mungkin sama dengan aku nasibnya. Entah sampai kapan aku akan terus bisa menikmati kehidupan di pinggir lapangan ini. Oh ya hari senin tanggal 25 oktober, tak terasa sekarang telah jam satu lebih dan hujan pun turun. Akhirnya aku menikmati suguhan yang benar-benar aku perlukan untuk kelangsungan hidupku. Hujan kali ini tak begitu deras, lapangan pun mulai basah tersiram air dari langit. Memang sekolah pada saat jam sekarang sepi. Berbeda pada waktu pagi pada saat orang mulai berdatangan dan bersalaman. Begitu ramainya, begitu hangatnya suasana yang diciptakan oleh mereka. Mungkin itu luapan emosi yang ada pada manusia setelah sekian lama tak bertemu dan melewati hari yang fitri. Aku rumput yang menikmati hujan entah kiriman siapa? Yang jelas aku sekarang sedang menikmati segarnya hujan kala aku merindukan dinginnya air yang turun dari langit. Hujan masih turun dan tak reda, aku basah. Sama seperti teman-temanku yang lain. Tanah pun ikut basah tersiram oleh air yang turun dari langit. Oh ..ya baru saja datang anak-anak dari luar untuk ikut menikmati hujan di atas lapangan ini. Ternyata mereka pun menikmati suasana seperti ini, walaupun hanya dengan bola plastik mereka bisa bergaya seolah bermain di lapangan yang semestinya. Oh..ya nasibku tak seperti rumput-rumput yang ada di lapangan-lapangan bola di stadion-stadion sepak bola milik klub besar. Mereka selalu dirawat. Walaupun mereka tak minta untuk dirawat. Sebaliknya dengan aku, entah sampai kapan aku akan hidup, mungkin nanti saatnya aku akan dicabut sama seperti teman-teman aku yang ada di pinggir lapangan. Nasibku tergantung oleh seorang petugas kebersihkan sekolah. Mungkin jika saatnya telah tiba aku tak bisa lagi menikmati suasana yang seperti sekarang ini. Hujan agak reda sekarang, aku sekarang masih memikirkan sampai kapan aku bisa hidup. Yang aku takutkan sekarang ini adalah kedatangan seorang petugas kebersihan sekolah untuk mencabut aku dan akhirnya aku dibuang ke tempat yang aku tak kenal dan biasa di tempat seperti itu. Ketakuan memuncak dan menggunung...ya sekarang hitungan umurku tergantung pada seseorang. Dan seseorang itu aku sangat membenci kedatanganya. Perasaan terus saja mengejar-ngejar aku hingga aku pun mengering dan sebagian lapangan pun mengering karena hujan telah reda. Tak yang aku pikirkan dari sekarang. Aku sekarang hanya akan menikmati kehidupan sekarang ini. Aku pun tak peduli jika nanti ada seseorang dan langsung mencabutku dan membuang aku di tempat sampah. Aku bukan runtah, aku rumput yang berada di pinggir lapangan. Tubuhku hijau ya semua orangpun tahu bahwa tubuh aku hijau. Kadang hidup hanya sampai jadi makanan kamping, kerbau atau lebih parahnya aku dibuang. Aku lebih baik dipotong oleh arit, dan langsung dimakan oleh kambing atau daripada hidupku harus dicabut dan terus dibuang. Hidup memang pilihan mau yang a atau yang b. Tapi aku hanya bisa menunggu tak bisa memaksa. Kadang aku ingin memaksa tapi keadaan yang membuatku kadang tak bisa menerima kenyataan ini. Keadaan di lapangan kembali menghangat, tak terasa jam pun menunjukkan jam dua kurang seperempat. Oh..ya ada seekor burung gereja yang mendarat di atas lapangan. Burung gereja itu sedang sibuk mencari makan. Ah...burung gereja kembali terbang. Aku pun merasa sendiri lagi. Di sekolah ini tak terlihat ada tanda-tanda kehidupan. Sepertinya mungkin besok, ketika anak-anak sekolah mulai kembali melakukan kegiatan belajarnya. Uhhh akhirnya anak-anak yang bermain sepak bola kembali bermain, aku pun kembali terhibur setelah datangnya anak-anak yang bersemangat main bola. Andai saja semangat hidupku seperti anak-anak yang sedang bermain sepak bola. Mungkin aku akan berumur panjang. Tapi aku tak ingin berumur panjang, sebab jika aku berumur panjang sendiri, sedangkan orang lain semuanya berumur pendek aku akan sendirian di dunia ini. Tadi saja aku merasa sendiri bagaimana jika aku berumur panjang. Tidak-tidak aku tak ingin berumur panjang jika hidupku hanya aku gunakan untuk ketidakmanfaatan di dunia. Aku hanya rumput hijau ya... hijau warna tubuhku. Hidupku pun kini tak merasa bermanfaat, aku merasa sepi. Walaupun di atas lapangan banyak anak-anak yang secara tak sengaja mereka telah menghiburku sebelum aku dicabut oleh petugas kebersihan sekolah. Oh aku hanya akan mengucapkan maaf yang sedalam-dalamnya. Apalagi kepada kedua temanku yang berdiri tegak di samping kiri dan kanan...ya sahabatku ring basket. Dia selalu setia menemaniku saat malam, saat siang, setia setiap saat dia berdiri tegak. Aku ucapkan selamat tinggal kepada teman-temanku walaupun aku tidak tahu apakah aku masih bisa menikmati heningnya malam di sekolah ini, dan hangatnya mentari di pagi hari. Oh ..ya kepada kawan lamaku lukisan yang telah menghiasi warna-warni di sekolah ini. Walaupun aku lihat kawanku yang satu ini telah sekarat karena gambarnya sudah tak jelas lagi. Nasibku tak mau seperti dia, sekarat. Aku lebih baik mati di tangan para pencari rumput dan langsung diberikan kepada kambing yang kelaparan...ya denga begitu hidupku telah menyelamatkan hidup orang lain. Walau dalam ukuran kambing yang nantinya akan dipotong oleh seorang jagal. Cita-cita aku ingin menjadi rumput hijau yang bermanfaat bagi orang lain...ya itu saja. Aku tak mau mempunyai cita-cita yang tinggi yang akhirnya aku sendiri akan gila dengan cita-cita yang takkan kesampaian. Biar cita-citaku hanya sebatas itu saja, aku lelah karena dengan cita-cita yang tinggi aku perlu tenaga yang ekstra. Aku masih sendiri ya ..sebentar lagi pintu malam akan membuka dan aku akan menikmati malam yang hening sendiri di sekolah ini. Tapi aku benar-benar menikmati hidupku walaupun aku hanya setangkai rumput yang akhirnya terbuang. Aku masih memikirkan kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan kepada orang lain. Aku takut akan kesalahan-kesalahan yang mendorongku untuk terus membuat kesalahan yang menggunung. Masih di pinggir lapangan aku terus sendiri dan menikmati hidup.

Pasir Koja, Oktober 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar